Welcome to my blog

Hope can be benefit for you :)

Jumat, 06 April 2012

Demokrasi


Hakikat Demokrasi    

Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di berbagai negara. Seperti diakui Moh.Mahfud, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental, kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan dimana dalam system pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
            Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi adalah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut: 
a.       Joseph A. Schmeter: “demokrasi merupakan suatu perencanaan instituonal untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”.
b.      Sidney Hook: “demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”.
c.       Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl: “demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih”.
d.      Henry B. Mayo: “demokrasi sebagai system politik merupakan suatu sitem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Namun Affan Gaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara, sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal: pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people); kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people); ketiga pemerintah untuk rakyat (government for the people). Tiga faktor ini merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis.
Pertama, pemerintah dari rakyat mengandung pengertian bahwa pemerintah yang sah (legitimate government) berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat melalui mekanisme demokrasi, dan pemilihan umum. Legitimasi bagi suatu pemerintahan sangat penting karena pemerintah dapat menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat memiki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat dan dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat (social control) yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui perwakilannya di perlemen. Dengan adanya pengawasan oleh rakyat akan menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan DPR).
Ketiga, pemerintahan untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis. Untuk itu pemerintah harus menerima aspirasi rakyat melaui media pers maupun secara langsung dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya.

Demokrasi: Pandangan dan Tatanan Kehidupan Bersama

            Demokrasi memerlukan usaha nyata dari setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu kerangka berpikir dan rancangan masyarakat untuk menjadikan demokrasi sebagai pandangan hidup dalam kehidupan bernegara baik oleh rakyat maupun pemerintah. Menurut Nurcholis madjid (Cak Nur), demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan dan biasakan dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasi dalam keranga di atas berarti sebuah proses melaksankan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Berikut ini adalah 6 norma demokratis yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang dikemukakan oleh Cak Nur:
            Pertama, kesadaran akan pluralisme. Kesadaran atas kemajemukan membutuhkan tanggapan dan sikap positif secara aktif. Pengakuan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam perilaku menghargai beragam pandangan orang lain. Norma ini dapat mencegah munculnya sikap dan pandangan hegemoni mayoritas dan tirani minoritas. Kenyataan alamiah kemajemukan Indonesia dapat dijadikan modal potensial bagi masa depan demokrasi Indonesia.
            Kedua, musyawarah. Musyawarah menuntut keinsyafan dan kedewasaan warga negara duntuk tulus menerima negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap keputusan bersama. Dalam bermusyawarah, setiap orang harus menerima kemungkinan terjadinya “partial functioning of ideals” yaitu belum tentu seluruh pikiran seseorang atau kelompok diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Konsekuensinya adalah kesediaan untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang lain.
            Ketiga, cara haruslah sejalan dengan tujuan. Demokrasi pada hakekatnya harus dilakukan secara santun dan beradab yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan dengan sukarela. Demokrasi membutuhkan topangan akhlak terpuji (akhlaqul karimah) warga negara. Akhlak demokrasi salah satunya dapat dibuktikan dengan komitmen untuk tidak menghalalkan segala cara, seperti dengan kekerasan dan tindakan anarkis demi mencapai tujuan-tujuan politiknya.
            Keempat, norma kejujuran dalam pemufakatan. Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menjalankan permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Faktor ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk warga negara merupakan hal yang sangat penting dalam demokrasi.
            Kelima, kebebasan nurani (freedom conscience), persamaan hak dan kewajiban (egalitarianism). Norma ini harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude). Norma ini juga akan berkembang dengan baik jika ditopang oleh pandang optimis terhadap manusia untuk saling terbuka, saling berbagi kemaslahatan bersama atau untuk melakukan kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.
            Keenam, trial and error (percobaan dan salah). Demokrasi merupakan sebuah proses tanpa henti. Demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalan praktik berdemokrasi.
            Namun demikian, sekalipun demokrasi memperbolehkan kebebasan, demokrasi lebih mengutamakan keberlangsungan ketertiban dan kemaslahatan umum. Dengan kata lain, demokrasi membutuhkan ktegasan negara untuk bertindak tegas terhadap anasir-anasir berkedok kebebasan yang mengancam ketertiban umum. Ketegasan juga harus dilakukan pemerintah pusat manakala mendapatkan peraturan daerah (perda) yang dibuat oleh pemerintah di bawahnya bertentangan dengan prinsip universal demokrasi (kemajemukan dan kebaikan bersama) dan semangat UUD 45 serta dasar negara Pancasila. Demi tegaknya prinsip demokrasi, keterlibatan warga negara sangatlah penting untuk mendorong negara bersikap tegas terhadap pandangan dan kebijakan yang bernuansa primordial.

Sekilas Sejarah Demokrasi

            Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan negara dan hukum, yang mempraktikkan demokrasi langsung antara abad ke-6 SM sampai abad ke4 SM. Demokrasi langsung yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota Yunani Kuno merupakan sebuah kawasan politik yang kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan, dan masyarakat Yunani Kuno pada saat itu berubah menjadi masyarakat feodal.
            Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna Charta (Piagam besar) yaitu suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John Inggris. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini:
Pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja, kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Selain itu ada gerakan pencerahan (renaissance) dan reformasi yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan Yunani Kuno.
            Gerakan reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat, seteah sempat tenggelam pada abad pertengahan. Gerakan reformasi adalah gerakan yang kritis terhadap kebekuan doktrin gereja di Eropa. Selanjutnya gerakan ini dikenal dengan gerakan Protestanisme. Gerakan ini dimotori oleh Martin Luther yang menyerukan kebebasan berpikir dan bertindak. Gerakan ini bertumpu pada rasionalitas yang berdasar pada hukum alam dan kontrak sosial. Politik didasarkan pada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.
            Lahirnya istilah kontrak sosial antara yang berkuasa dan yang dikuasai tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John Locke (Inggris) dan Montesquieu (Prancis) yang pemikirannya berpengaruh pada gagasan pemerintah demokrasi. Menurut Locke (1632-1704), hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak memiliki; sedangkan menurut Montesquieu (1689-1744), sistem pokok yang dapat menjamin hak-hak politik tersebut adalah melalui prinsip trias politica. Trias Politica adalah suatu sistem pemisahan kekuasaan: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Konstitusi demokrasi yang bersandar pada Trias Politica ini berakibat pada munculnya konsep Welfare State (negara kesejahteraan) yang memprioritaskan kinerjanya pada peningkatan kesejahteraan warga negara.

Demokrasi di Indonesia

A.      Periode 1945-1959
Demokrasi ini disebut juga dengan demokrasi parlementer. Sistem parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia karena ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistem ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya, pemerintah yang berbasis pada koalisi politik ini sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional bahkan mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Faktor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan partai-partai dalam majelis  konstituante mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden pada 5 Juli 1945. Dengan demikian demokrasi parlementer berakhir.

B.       Periode 1959-1965
Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy). Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional. Hal ini disebabkan oleh lahirnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk membentuk kepemimpinan yang kuat. Namun sejak diberlakukan Dekrit Presiden telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden. Ketetapan ini telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945 yaitu dengan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin mengakibatkan tidak adanya ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislative terhadap eksekutif.
Akhir dari sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik-ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Pada peristiwa ini sejumlah pimpinan teras TNI dibunuh secara mengenaskan oleh kader PKI.

C.       Periode 1965-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan orde barunya atau disebut juga dengan Demokrasi Pancasila. Tujuannya adalah untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi dalam masa demokrasi terpimpin. Demokrasi pancasila menawarkan tiga komponen demokrasi yaitu: Pertama, demokrasi dalam bidang politik, kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi, dan yang ketiga, demokrasi dalam bidang hokum. Namun dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Menurut M.Rusli Karim, penyebabnya adalah: 1. dominannya peranan militer, 2. birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, 3. pengebirian peran dan fungsi partai politik, 4. campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik, 5. politik masa mengambang, 6. monolitisasi ideologi negara, 7. inkorporasi lembaga non pemerintah.    




D.      Periode 1998-sekarang
Periode ini sering disebut dengan istilah periode paska-Orde Baru. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan Reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekwen. Demokrasi yang diusung oleh gerakan reformasi ini adalah demokrasi yang sesungguhnya dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi paska-Orde Baru erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat Madani dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh.

Unsur-Unsur pendukung Tegaknya Demokrasi

            Beberapa unsur penting penopang tegaknya demokrasi antara lain: 1. negara hukum, 2. masyarakat madani, 3. aliansi kelompok strategis.

1.        Negara Hukum (rechtsstaat atau the rule of law)
Negara hukum memiliki pengertian bahwa negara memberi perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan hak asasi manusia. Ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut: 1. adanya perlindungan konstituonal, artinya menjamin hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin 2. adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, 3. adanya pemilu yang bebas, 4. adanya kebebasan menyatakan pendapat, 5. adanya kebebasan berserikat dan beroposisi, 6. adanya pendidikan kewarganegaraan.
Kekuasaan yang dilakukan pemerintah Indonesia harus berdasarkan undang-undang dan adanya kontrol dari rakyat terhadap instituisi negara dalam menjalankan kekuasaan.

2.        Masyarakat Madani (Civic Society)
Masyarakat madani yakni sebuah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara. Posisi penting masyarakat madani dalam pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasinya masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah. Masyarakat madani mensyaratkan adanya keterlibatan warga negara melalui asosiasi-asosiasi sosial. Keterlibatan warga negara memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antar individu dab kelompok yang berbeda. Sikap-sikap ini sangat penting bagi pembangunan politik demokrasi.
3.        Aliansi Kelompok Strategis
Aliansi kelompok strategis terdiri dari partai politik (Political Party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/intrest group) termasuk di dalamnya pers yang bebas dan bertanggung jawab. Ketiga kelompok ini sangat besar penanannya terhadap proses demokratisasi sepanjang organisasi-organisasi ini memerankan dirinya secara kritis, damai dan konstituonal dalam menyuarakan misi organisasi atau kepentingan anggotanya. Hal yang merupakan indikator bagi tegaknya demokrasi adalah keberadaan kalangan cendekiawan dan kebebasan pers untuk mewujudkan system demokratis dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.

Parameter Tatanan Kehidupan Demokratis

            Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip dasar demokrasi itu adalah: persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Demokrasi mempunyai parameter sebagai ukuran apakah suatu negara atau pemerintahan dapat dikatakan demokratis atau sebaliknya. Ada tiga aspek yang dapat dijadikan landasan untuk mengukur sejauh mana demokrasi itu berjalan dalam suatu negara. Ketiga aspek tersebut adalah:
Pertama, pemilihan umum sebagai proses pembentukan pemerintah. Kedua, susunan kekuasaan negara, yakni kekuasaan negara dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan atau satu wilayah. Ketiga, kontrol rakyat, yaitu suatu relasi kuasa yang berjalan secara simetris, memiliki sambungan yang jelas, dan adanya mekanisme yang memungkinkan kontrol dan keseimbangan (check and balance) terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislatif.    

Partai Politik dan Pemilu dalam Kerangka Demokrasi

1.        Partai Politik
Partai politik memiliki peran yang sangat strategis terhadap proses demokratisasi yaitu selain sebagai struktur kelembagaan politik yang anggotanya bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kedudukan politik, mereka juga sebagai wadah bagi penampungan aspirasi rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai-nilai demokrasi yaitu peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaran negara melalui partai politik.
Fungsi parpol dalam rangka pembangunan demokrasi terbagi empat: 1. sarana komunikasi politik, 2. sarana sosialisasi politik, 3. sarana rekrutmen kader dan anggota politik, 4. sarana pengatur konflik. Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai demokrasi yaitu partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai.
Sistem kepartaian di suatu negara berbeda-beda. Ada sistem banyak partai (multi party sistem), ada sistem dwi partai, (two party sistem), serta ada yang hanya satu partai (one party sistem).
a.         Sistem satu partai
Dalam hal ini, sama seperti tidak ada partai politik, karena hanya ada satu partai untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Sehingga aspirasi rakyat tidak dapat berkembang. Segalanya ditentukan oleh satu partai tanpa adanya partai lain. Contohnya, Partai Nazi di Jerman, Partai Fascis di Italia, Partai komunis: di Uni Soviet, RRC, dan Vietnam.

b.        Sistem Dwi Partai
Ada dua partai untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Seperti di AS, ada Partai Republik dan Partai Demokrat. Contohnya: Partai Konservatif (Tory) dan Partai Buruh di Inggris, Partai Liberal dan Partai Buruh di Australia.

c.         Sistem Banyak (Multi) Partai
Terdapat lebih dari dua partai. Pada masa orde baru Indonesia, hanya memiliki tiga orsospol. Negara lainnya yang menganut sistem multi partai antar lain: Jerman, Prancis, Jepang dan Malaysia. Dalam sistem multi partai, jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas, maka terpaksa dibentuk pemerintahan koalisi. Penentuan suara mayoritas adalah “setengah tambah satu”, yaitu bahwa sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah anggota parlemen.

2.        Pemilihan Umum (Pemilu)
Pemilihan umum adalah pengejawantahan sistem demokrasi. Melalui pemilihan umum, rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen dan dalam struktur pemerintahan. Ada dua sistem pemilihan umum yaitu: 1. Pemilihan umum sistem distrik; 2. Pemilihan umum system proporsional.

Dalam pemilu sistem distrik, daerah pemilihan dibagi atas distrik-distrik tertentu. Pada masing-masing distrik pemilihan, setiap parpol mengajukan satu calon. Kelebihan sistem distrik adalah: 1. Para pemilih benar-benar memilih calon yang disukainya, karena jelas siapa calon-caon untuk distrik yang bersangkutan. 2. Calon terpilih merasa terikat pada kewajibannya untuk memperjuangkan kepentingan warga daerah tersebut.
Sedangkan kelemahan sistem distrik adalah: 1. Calon terpilih kurang merasa terikat kepada kepentingan parpol yang mengajukannya sebagai calon, karena ia terpilih karena kemampuan pribadinya dan menarik simpati rakyat. 2. Cara pemilihan seperti ini kurang memberikan kesempatan bagi para calon dan bagi paerpol yang hanya didukung oleh kelompok minoritas.
Selanjutnya pemilu sistem proporsional yang dianut Indonesia adalah pemilu yang secara tidak langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut masing-masing parpol atau orsospol.
Kelebihan sistem proporsional: 1. Hasil pemilihan melalui pemilihan dan penjatahan proporsional memungkinkan terwakilnya kepentingan kelompok minoritas. 2. Integritas secara citra partai lebih “solid”, karena para pemilih mendukung parpol. Sedangkan kelemahan sistem proporsional: 1. Keterikatan para calon lebih terarah pada partainya dibanding publik pemilih. 2. Kecenderungan membentuk partai-partai baru lebih besar.
Sebagai formalitas politik, pemilu hanya dijadikan alat legitimasi pemerintahan non demokratis, sedangkan pemilunya sendiri dijaankan secara tidak demokratis. Kemenangan satu kontestan lebih merupakan hasil rekayasa kekuasaan ketimbang hasil pilihan politik rakyat. Pemenang pemilu sudah diketahui sebelum pemilunya sendiri berlangsung.akhirnya pemilu yamg selama ini dilaksanakan di Indonesia, lebuh menjadi ‘ritual’ demokrasi dan bukan sebagai sarana demokrasi yang dijalankan secara relatif jujur, bersih, bebas, kompetitif dan adil.
Pemilu 1999, merupakan pemilu pertama Pasca-Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Pemilu saat ini merupakan peristiwa politik yang sangat penting. Dari pelaksanaan pemilu 1999 yang ditandai dengan birokrasi dan militer yang lebih netral, selain memberikan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan pemilu juga telah memungkinkan berlangsungnya sistem kompetitif yang lebih terbuka. Pemerintah juga telah mendapatkan sokongan dan kepercayaan dari negara-negara lain atas netralitas yang dibangun sebelum pemilu. Masyarakat juga mengakui bahwa  pemilu merupakan sarana yang efektif.   
Islam dan Demokrasi

            Secara garis besar wacana Islam dan Demokrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok pemikiran: Pertama, Islam dan Demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalamhidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi. Sementara Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna). Pandangan in didukung oleh cendekiawan muslim seperti Sayyid Qutb, Syekh Fadhallah Nuri, Thabathabai, al-Sya’rawi dan Ali Benhadj, Syekh Muhammad Mutawalli al-Shara’wi. Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi mendefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkkan di negara-negara Barat. Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini. Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus).
Terdapat beberapa argumen teoritis yang bisa mejelaskan lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam. Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Kedua, persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara muslim sejak paruh pertama abad dua puluh tapi gagal. Tampaknya ia tidak akan sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan ketaatan absolut kepada pemimpin.  Ketiga, lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan kesungguhan, kesabaran dan di atas segalanya adalah waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar